Woensdag 08 Mei 2013

Prinsip - Prinsip Akuntansi



 

PENGANTAR AKUNTANSI 2

Dosen : Dr. Syamsu Alam, SE., M.Si., Ak.

 

 


MODUL 1

PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI








FAKULTAS EKONOMI - JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013



MODUL 1
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI

A.   KERANGKA KONSEPTUAL
Prinsip ini diterima dan dianggap lazim oleh masyarakat dan organisasi yang membutuhkan panduan dalam akuntansi untuk penanganan keuangan. Gambar1 menggambarkan bagaimana prinsip inidimulai dari kerangka konseptual hingga menjadi laporan keuangan.
Gambar 1. Prinsip Akuntansi yang Lazim Dapat Diterima

Kerangka Konseptual
Konsep, Prinsip dan Batasan
Tujuan Pelaporan Keuangan

Laporan Keuangan

Kita melihat pada tujuan laporan keuangan,tujuan ini menyatakan apa yang ingin dicapai akuntansi keuangan termasuk tujuan dari informasi akuntansi. Kemudian, kita akan mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip akuntansi tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Apakah perbedaan antara suatu konsep dengan suatu prinsip? Konsep lebih luas penerapannya, sedangkan prinsip lebih spesifik. Akhirnya, kita akan membahas laporan keuangan sebagai hasil akhir dari akuntansi keuangan dan unsur-unsurnya seperti aktiva, kewajiban, ekuitas pemilik, pendapatan, beban, dan seterusnya.

B.   TUJUAN DARI PELAPORAN KEUANGAN
Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang berguna di dalam membuat keputusan investasi dan pemberian pinjaman. Agar dapat digunakan dalam pembuatan keputusan, informasi akuntansi tersebut haruslah relevan, dapat diandalkan, dan dapat diperbandingkan.
Informasi relevan akan berguna dalam membuat peramalan dan untuk mengevaluasi kinerja di masalalu yaitu, bahwa informasi tersebut mempunyai nilai umpan balik. Informasi yang dapat diandalkan adalah bebas dari kekeliruan besar, mempunyai keabsahan/validitas. Informasi harus tidak bias dari sudut pandang tertentu yaitudapat dibuktikan dan bersifat netral. Informasi yang dapat diperbandingkan berarti dapat dibandingkan dari periode ke periode sehingga dapat membantu para investor dan kreditor untuk melacak kembali perkembangan perusahaansepanjang waktu. Karakteristik ini menjadi satu untuk membentuk konsep dan prinsip yang membentuk Prinsip Akuntansi yang Lazim. Gambar 2 mengikhtisarkan kualitas yang dapat meningkatkan nilai dari informasi akuntansi.

Gambar 2. Kualitas Nilai Informasi untuk pengambilan keputusan
Relevan
Nilai Peramalan
Dapat diperbandingkan
(termasuk konsistensi)
BukuKulaitas yang dapat meningkatkan nilai informasi untuk pengambilan keputusan
Dapat Diandalkan
Nilai Umpan Balik
Tepat waktu
Keabsahan
Dapat dibuktikan
Netral

C.   KONSEP-KONSEP DASAR          
Konsep Entitas
Konsep entitas adalah konsep yang paling dasar di dalam akuntansi karena ia memberikan suatu batasan di sekitar organisasi yang berkepentingan. Yaitu bahwa transaksi dari setiap entitas diperhitungkan secara terpisah dari transaksi organisasi ataupun orang yang lainnya, termasuk para pemilik dari entitas tersebut. Pemisahan ini memudahkan kita untuk mengukur prestasi kerja dan posisi keuangan dari entitas secara sendiri terpisah dari semua entitas lainnya.
Suatu entitas usaha dapat berupa perusahan perseorangan, persekutuan dari dua orang atau lebih, atau suatu perusahaan terbatas seperti (PT). Konsep entitas dapat diterapkan pada semua jenis dan ukuran organisasi dengan cara yang sama. Pemilik dari agen perjalanan, misalnya, memperhitungkan transaksi pribadinya terpisah dari transaksi usahanya. Pembagian ini membuatnya dapat mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan dari agen perjalanan tersebut. Jika ia mencampurkan catatan akuntansi pribadinya dengan catatan usahanya, kemungkinan ia akan kehilangan informasi yang dibutuhkannya untuk mengevaluasi usaha itu sendiri.
Konsep Kesinambungan
Dengan konsep kesinambungan ini diasumsikan bahwa suatu perusahaan akan terus melanjutkan usaha seterusnya dan tidak akan dibubarkan, kecuali ada bukti sebaliknya.Jika suatu usaha dihentikan, maka usaha tersebut akan menjual aktiva-aktivanya, menukarkannya menjadi uangkas. Proses ini disebut likuidasi. Dengan uang kas tersebut, perusahaan akan melunasi semuakewajibannya, dan para pemiliknya mendapatkan sisa yang masih ada dari uang kas tersebut. Pada saat likuidasi, jumlah uang kas yang diterima dari penjualan aktiva itu merupakan nilai kontannya. Begitu pula kewajiban dibayarkan menurut nilai kontannya. Walaupun demikian, jika usaha tersebut tidak dibubarkan, bagaimanakah cara pelaporan aktiva dan kewajiban tersebut di dalam neraca?
Untuk tujuan kesinambungan, maka neraca akan melaporkan aktiva dan kewajiban berdasarkan hargaperolehannya. Jika kita mempertimbangkan berapa harga yang dapat direalisasikan/harga sesungguhnya di pasar saat itu maka akan membutuhkan suatu perkiraan atau estimasi tertentu. Hal ini mungkin dapat bersifat objektif dan dapat pula tidak objektif. Dengan menggunakan konsep kesinambungan, diasumsikan bahwa entitas tersebut akan melanjutkan usahanya dalam waktu yangcukup lama untuk dapat menutup harga perolehan dari aktiva-aktivanya.
Konsep kesinambungan memperbolehkan pelaporan dari aktiva dan kewajib- an sebagai aktiva dan kewajiban lancar atau jangka panjang, suatu pembedaan yang sangat berguna bagi para investor dan kreditor untuk mengevaluasi suatu perusaha- an. Misalnya seorang kreditor ingin mengetahui bagian dari kewajiban perusahaan yang akan jatuh tempo di tahun berikutnya dan bagian yang akan jatuh tempo sesudah satu tahun. Asumsinya adalah bahwa entitas tersebut akan terus melanjutkan usahanya dan mempertahankan keterikatan/komitmennya.

Konsep Periodisasi
Konsep Periodisasimemberikan jaminan bahwa informasi akuntansi dilaporkan pada periode (interval) waktu yang teratur. Penyajian data akuntansi secara teratur ini akan membantu dalam membandingkan hasil operasi perusaha- an menurut waktunya; seperti dari tahun ke tahun, setiap kuartalan, dan seterusnya. Para manajer, para pemilik, para pemberi pinjaman, dan masyarakat sertaperusahaan lainnya membutuhkan laporan yang teratur untuk dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalansuatu usahanya. Walaupun keberhasilan yang sesungguhnya dari suatu perusahaan hanya dapat diketahui dengan tepat dan pasti pada saat perusahaan dilikuidasi, akan tetapi para pembuat keputusantersebut tidak dapat menunggu sampai saat perusahaan dilikuidasi untuk dapat mengetahui apakah perusahaan itu menghasilkan laba.
Hampir seluruh perusahaan menggunakan periode tahunan sebagai periode waktu dasar mereka. Laporan tahunan biasa dibuat di dalam usaha. Perusahaan juga menyiapkan laporan kuartalan dan bulanan (yang disebut laporan interim) untuk memenuhi kebutuhan para manajer, investor, dan para kreditor akan informasi yang tepat waktu.
Konsep periode waktu juga mendasari penggunaan metode akrual. Misalkan periode akuntansi suatu perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember dan perusahaan telah berhutang/mengakui hutang - tetapi belum akan dibayar hingga periode akuntansi yang berikutnya - sebesar Rp 900.000 atas beban gaji. Untuk mengaitkan beban ini pada periode yang sesuai, maka dibuat ayat jurnal penyesuaian sebagai berikut:

31   Des     Beban Gaji                                                          900.000
Hutang Gaji                                                                         900.000

Ayat-ayat akrual menempatkan pendapatan dan beban pada periode akuntansi yang tepat sehingga dapat membantu memberikan laporan-laporan keuangan yang berarti.

Konsep Unit Monetery
Informasi akuntansi dinyatakan dalam moneter. Unit moneter adalah alat utama dalam pengukuran aktiva. Pengukuran ini menggunakan uang sebagai denominator umum dalam transaksi usaha. Konsep unit moneter ini memberikan suatu basis yang teratur dalam memperlakukan nilai sisa yang digunakan dalam laporan keuangan.
Tidak seperti alat ukur lain, misalnya liter, meter, kilogram, nilai dari unit moneter ini dapat berubah-ubah setiap waktu. Kita mengenal inflasi. Barang yang tiga tahun lalu seharga Rp 5000 mungkin sekarang sudah seharga Rp6.000. Nilai uang selalu berubah. Walaupun pada kenyataannya nilai uang selalu berubah namun dalam akuntansi yang konvensional daya beliuang (dalam hal ini rupiah) diasumsi- kan tidak berubah. Perusahaan akan mencatat seluruh aktiva dan kewajibannya berdasarkan nilai perolehannya. Setiap aktiva dan kewajiban yang ada di dalam neraca adalah jumlah nilai rupiah secara individual yang ditambah-tambahkan setiap waktu. Misalnya jika suatu perusahaan membeli 1000 m2 tanah pada tahun 1975 seharga Rp 60.000.000 dan 100 m2 lagi pada tahun 1992 seharga Rp 300.000.000, maka nilai aktiva Tanah di dalam neraca mempunyai nilai sisa sebesar Rp 360.000.000, artinya perubahan dalam daya beli rupiah tersebut diabaikan. Konsep satuan moneter stabil adalah suatu dasar untuk mengabaikan dampak dari inflasi tidak memerlukan pernyataan kembali untuk setiap perubahan dalam nilai rupiah. Mari kita melihat kelemahan dari konsep ini.
Misalkan sebuah perusahaan lainnya membayar sebesar Rp 600.000.000 untuk tanah dengan luas yang sama yaitu 200 m2 pada tahun 1995. Tanah tersebut sama dengan tanah yang dimiliki oleh perusahaan yang terdahulu, tetapi neraca perusahaan menunjukkan nilai tanah yang lebih besar daripada perusahaan terdahulu. Bagaimana kita dapat membandingkan neraca kedua perusahaan tersebut? Perbandingan yang didasarkan atas konsep unit moneter stabil tidak dapat kitalakukan karena membandingkan nilai rupiah pada saat yang berbeda sama seperti membandingkan apel dengan jeruk.

D.  PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI
Prinsip Keandalan (Objektivitas)
Prinsip keandalan menuntut agar informasi akuntansi dapat diandalkan (bebas dari kesalahan dan bias yang sangat besar). Para pemakai informasi akuntansi bergantung pada kebenaran informasi tersebut. Agar dapat diandalkan, maka informasi tersebut harus dapat diuji kebenarannya oleh orang luar usaha itu. Para pemakai laporan keuangan akan menganggap bahwa informasi tersebut dapat diandalkan jika para ahli atau para pengukur yang independen benar-benar sepakat bahwa informasi itu didasarkan atas suatu pengukuran yang jujur dan objektif.
Informasi yang bias yaitu data yang disiapkan dari suatu sudut pandang tertentu dan bukan berdasarkan atas fakta-fakta yang objektif. Misalkan suatu perusahaan membeli persediaan barang seharga Rp 25.000. Pada akhir periode akuntansi, persediaan tersebut sudah menurun nilainya dan mempunyai harga sebesar Rp 20.000. Berdasarkan aturanLowerofcostormarket (LCM rule), perusahaan harus mencatat suatu kerugian sebesar Rp 5.000 ataspenurunan nilai persediaan tersebut. Manajemen perusahaan menganggap bahwa nilai yang tepat untuk persediaan tersebut adalah Rp 22.000, tetapi hal itu hanyalah berdasarkan suatu pendapat saja. Jika manajemen melaporkan seharga Rp 22.000, maka jumlah aktiva dan ekuitas pemilik total akan kelebihan di dalam laporan neraca. Dan pendapatanpun akan kelebihan di dalam laporan laba rugi.
Untuk mendapatkan gambaran nilai persediaan yang dapat diandalkan, manajemen dapat melihat pada daftar harga yang terbaru dari pemasok persediaan atau menghubungi penilai profesional di luar perusahaan untuk menilai kembali harga persediaan tersebut. Bukti yang dikumpulkan dari luar perusahaan akan memberikan informasi yang dapat diandalkan dan juga dapat diuji kebenarannya. Prinsip keandalan diterapkan pada semua informasi akuntansi di dalam neraca dan dari pendapatan hingga laba bersih di dalam laporan laba-rugi.

Prinsip dapat Dibandingkan
Prinsip keterbandingan mencakup dua hal. Pertama, informasi akuntansi harus dapat dibandingkan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Kedua, laporan keuangan dari suatu perusahaan harus dapat dibandingkan antara satu periode dengan periode berikutnya.
Bentuk laporan keuangan yang standar akan membantu perbandingan antara perusahaan yang berbeda. Dengan menggunakanistilah yang sama untuk unsur di dalam laporan: aktiva, kewajiban, pendapatan dan seterusnya juga akan membantu proses perbandingan.Walaupun demikian,antara perusahaan yang sama menggunakan bentuk laporan dan istilah yang standar, proses perbandingan ini akan jauh dari sempurna, karena adanya pelbagai alternatif penggunaan metode akuntansi. Perbandinganantara perusahaan yang menggunakan metode persedia- an yang berbeda misalnya, LIFO dan FIFO, akan menjadi sulit dilakukan.
Prinsip dapat dibandingkan ditekankan bahwa pada setiap perusahaan itu sendiri harus dapat menyediakan informasi akuntansi yang dapat dibandingkanantar periode. Untukitu maka perusahaan harus menerapkan praktik metode akuntansi yang sama dari periode ke periode(konsistensi).Suatu perusahaan yang menggunakan FIFO untuk persediaannya dan metode penyusutan garis lurus dalam satu periode harus menerapkan metode yang sama pada periode berikut- nya. Kalau tidak, seorang pemakai laporan keuangan tidak dapat mengetahui apakah perubahan di dalam pendapatan dan aktiva berasal dari operasinya ataukah berasal dari cara perusahaan melakukan operasinya.
Perusahaan masih dapat mengubah metode akuntansi yang digunakan jika ada perubahan dalam operasi usahanya. Misalnya perusahaan dapat menambah suatu lini produk baru yang memerlukan metode persediaan yang berbeda. Sifat, pengaruh sertaalasan dilakukannya perubahan tersebut harus diungkapkan dalam laporan keuangan periode terjadinya perubahan itu.

Prinsip Biaya
Prinsip biaya menyatakan bahwa aktiva dan jasa dicatat berdasarkan harga perolehannya atau "harga pertukaran" dan bahwa catatan akuntansi dari aktiva terus didasarkan atas harga tersebut bukan berdasarkan nilai harga pasar yang berlaku. Dengan menetapkan bahwa aktiva harus dicatat pada harga perolehannya, prinsip biaya ini juga mengatur pencatatan dari kewajiban dan ekuitas pemilik. Misalkan sebuah developer tanah membeli 20 hektar tanah seharga Rp 50.000.000. Biaya-biayatambahan termasuk fee untuk pemerintah daerah (Rp 1.500.000), pemindahan bangunan yang tidakdiperlukan (Rp 10.000.000), dan landscaping (Rp 20.000.000), menjadikan total biaya Rp81.500.000.
Maka akun tanah mencakup nilai tersebut karena nilai tersebut merupakan harga tanah yang sesungguhnya hingga tanah itu dapat digunakan. Jika diasumsi- kan bahwa developer itu memiliki tanah tersebut selama satu tahun, kemudian ia menawarkan untuk dijual seharga Rp 200.000.000. Maka prinsip biaya menetapkan bahwa nilai akuntansi dari tanah tersebut tetap sebesar Rp 81.500.000.

Prinsip Pendapatan
Prinsip pendapatan memberikan panduan untuk menentukan waktu/saat dilakukannya pencatatan suatu pendapatan dan jumlah dari pendapatan yang harus dicatat. Hukum yang berlaku umum adalah bahwa pendapatan harus di catat pada saat transaksi untukmenghasilkan pendapatan tersebut telah terjadi dan bukan sebelumnya.Beberapa pendapatan, seperti bunga dan sewa, akan diterima kemudian sejalandengan berlalunya waktu. Saat dan jumlah pen- dapatan sangat mudah untuk diperhitungkan. Jumlah pendapatan yang dihasil- kan akan dicatat pada setiap periode waktu.
Beberapa pendapatan lainnya dihasilkan dengan cara menjual barang atau memberikan jasa-jasa. Menentukan kapan saatnya pendapatan tersebut diakui tergantung pada lebih banyak faktor daripada hanya sekedar berlalunya waktu. Berdasarkan prinsip pendapatan, ada lima kondisi yang harus dipenuhi sebelum pendapatan tersebut dicatat:
1.  Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang pada pembeli
2.  Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian yang efektif atas barang yang dijual
3.  Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal
4.Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut
5.  Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.

Jumlah pendapatan yang harus dicatat adalah nilai dari aktiva yang diterima -biasanya kas atau piutang. Walaupun demikian, dapat timbul situasi-situasi di mana jumlah pendapatan atau saat dari diakuinya suatu pendapatan tidak mudah untuk ditentukan. Ada empat metode yang dapat dijadikanpanduan untuk menerap- kan prinsip pendapatan ini dalam keadaan yang berbeda-beda.
METODE PENJUALAN.Berdasarkan metode ini, pendapatan diakui pada saat terjadinya penjualan atau pada tanggal penjualan, biasanya merupakan tanggal pemindahan hak milik/risiko kepada langganan (menurut SAK). Misalkan pada penjualan eceran di sebuah toko perangkat keras. Pada saat terjadinya penjualan, langganan membayar kepada toko dan mengambil barang yang dibelinya. Toko akan mencatat penjualan itu dengan mendebit Kas dan mengkredit Pendapatan Penjualan. Pada situasi lain, saat penjualan (point of sales) terjadi ketika penjual mengirimkan barang kepada pembeli.
METODE PENERIMAAN UANG.Metode ini digunakan hanya jika penerimaan uang kas dianggap masih belum pasti. Yaitu dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar mengenai kolektibilitas piutang yang timbul dari penjualan barang/jasa, maka pengakuan pendapatan dapat ditunda sampai saat diterimanya kas. Berdasarkan metode ini, penjual menunggu hingga uang kas benar-benarditerima untuk dapat mencatat suatu penjualan. Para profesional seperti dokter dan pengacara menggunakan metode penerimaan uang, karena mereka seringkali sulit untuk melakukan penagihan atas piutang-piutangnya. Mereka tidak dapat menentukan begitu saja bahwa mereka dapat melakukan penagihan atas pendapatannya, sehingga mereka akan menunggu hingga benar-benar menerima uang kas untuk mencatat pendapatan tersebut. Metode penerimaan uang ini bersifat konservatif karena pendapatan tidak akan dicatatsebelum penerimaan uang kas.
METODE ANGSURAN.Suatu jenis dari metode penerimaan uang yang digunakan pada penjualan dengan angsuran. Pada suatu penjualan angsuran tertentu, pembeli memberikan uangmuka terlebih dahulu pada saat kontrak ditandatangani dan akan membayar sisanya dengan angsuran. Dengan metode angsuran, laba kotor (pendapatan penjualan dikurangi harga pokok penjualan) akan dicatat pada saat kas ditagih.
Misalkandeveloper real estat menjual tanah seharga Rp 80.000.000 ditam- bah tiga kali angsuran tahunan sebesar Rp 120.000.000, Rp 140.000.000 dan Rp 160.000.000 (total Rp 500.000.000). Harga perolehan tanah tersebut sebesar Rp 300.000.000, jadi laba kotornya Rp 200.000.000, yang dihitung sebagai berikut:
Penjualan Angsuran                                          Rp 500.000.000
Harga Pokok Penjualan Tanah                        Rp 300.000.000
Laba Kotor                                                         Rp 200.000.000

Untuk menentukan laba kotor yang berkaitan dengan setiap penagihan berdasarkan metode angsuran ini, kita harus menghitung dahulu persentase laba kotornya, yaitu :
Laba Kotor
Persentase
Laba Kotor
40 %
=

Penjualan Angsuran
=

Rp 200.000.000
Rp 500.000.000
=

Kemudian kita menerapkan persentase laba kotor ini pada tiap penagihan. Hasilnya adalah jumlah laba kotor yang dicatat sebagai pendapatan pada saat kas diterima.
Tahun
Penagihan
Persentase Laba Kotor
Laba Kotor
1
Rp  80.000.000
0.4
Rp  32.000.000
2
120.000.000
0.4
48.000.000
3
140.000.000
0.4
56.000.000
4
160.000.000
0.4
64.000.000
Total
Rp 500.000.000
0.4
Rp 200.000.000

Pada tahun pertama laba kotor yang dicatat sebesar Rp 32.000.000, pada tahun kedua Rp 48.000.000, dan seterusnya. Jumlah laba kotor total (Rp 200.000.000) sama dengan jumlah menurut metode penjualan. Dengan metode penjualan, jumlah total laba kotor sebesar Rp 200.000.000 dicatat saat awal dari kontrak. Penjualan setiap tahunnya akan mempunyai persentase laba kotor yang berbeda-beda. Contoh di atas, penjualan angsuran ditahun pertama menghasilkan laba kotor 40%. Misalkan penjualan tahun ke-2 menghasilkan laba kotor 45%, tahun ke-3 penjualan menghasilkan 42%, dan tahun ke-4 penjualan menghasilkan 35%. Jumlah laba kotor total untuk satu tahun adalah jumlah seluruh laba kotor yang tercatat pada penagihan kas yang dilakukan pada tahun itu.
Dengan menggunakan penerimaan kas yang diasumsikan pada penjualan angsuranyang dilakukan pada tahun-tahun ke-2,3, dan 4, maka penghitungan laba kotor untuk tahun-tahun 1 hingga 4 adalah sebagai berikut. Semua jumlah di tahun ke-1 diambil dari penghitungan yang telah kita lakukan di atas.

Tabel 1. Perhitungan Laba Kotor Menurut Tahunnya
Penerimaan Kas x Persentase Laba Kotor

%Laba Kotor
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Penjualan tahun ke 1
40%
Rp 80.000.000 x 0,40
Rp 120.000.000x0,40
Rp 140.000.000x0,40
Rp 160.000.000x0,40
= Rp 32.000.000
= Rp 48.000.000
= Rp 56.000.000
= Rp 64.000.000
Penjualan tahun ke 2
45%

90.000.0000x0,45
100.000.000x0.45
20.000.000x0,45

= Rp 40.500.000
= Rp 45.000.000
= Rp 9.000.000
Penjualan tahun ke 3
42%


75.000.000x0,42
65.000.000x0,42


= Rp. 31.500.000
= Rp 27.300.000
Penjualan tahun ke 4
35%



30.000.000 x 0,35



= Rp 10.500.000
Total Laba kotor

Rp 32.000.000
Rp 88.500.000
Rp 132.500.000
Rp 110.800.000

Metode angsuran ini sangat menarik untuk tujuan pajak pendapatan karena ia menunda pencatatan suatu pendapatan dan begitu puladengan pembayaran pajaknya. Walaupun demikian, metode ini hanya dapat diterapkan pada keadaan yang sangat terbatas -misalnya penjualan pada perusahaan real estat. Menurut prinsip akuntansi yang lazim, metode ini hanya diperbolehkan jika tidak ada lagi dasar untuk memperkirakan penghitungan yang lazim dan cukup bisa diterima.
METODE PERSENTASE PENYELESAIAN. Pembangunan gedung-gedung perkantoran, jambatan-jembatan, bendungan, dan aktiva-aktiva besar lainnya sering- kali mencakup beberapa tahun lamanys. Masalah akuntansi untuk perusahaan kontraktor ini adalah kapan saatnya mencatat pendapatan. Pendekatan yang paling konservatif adalah mencatat semua pendapatan yang dihasilkan dalam proyek tersebutpada periode diselesaikannya proyek itu. Prosedurini, disebutjuga metode kontrak selesai, dapat diterima untuk situasi-situasi tertentu.
Menurut metode yang lebih disukai, yaitu metode persentase penyelesaian, perusahaan kontraktor akanmengakui pendapatan atas dasar persentase pekerjaan yang diselesaikan. Setiap tahun perusahaan akan memperkirakan persentase penyelesaian pekerjaan sejalan dengan perkembangan pekerjaan tersebut. Salah satu cara untuk membuat perkiraan tersebut adalah dengan membandingkan biaya yang terjadi pada tahun itu dengan total taksiran biaya proyek. Persentase ini kemudian dikalikan dengan jumlah total pendapatan proyek untuk mendapatkan pendapatan konstruksi/proyek pada tahun tersebut. Laba proyek pembangunan untuk tahun itu adalah pendapatan dikurangi biayanya.

Misalkan PT Tenaga Abadi menerima suatu kontrak untuk membangun sebuah pembangkit tenaga listrik dengan nilai Rp 42 milyar. Perkiraan perusahaan untuk totalbiaya selama 3 tahun periode konstruksi adalah Rp 36 milyar : Rp 6 milyar di tahun 1, Kp 18 milyar ditahun 2 dan Rp 12 milyar di tahun 3. Pendapatan dan laba dari konstruksi tersebut dalam waktu 3 tahun adalah: (dalam milyar rupiah).
Tabel 2. Perhitungan Pendapatan dan laba dari konstruksi 3 tahun
Tahun
Biaya untuk Tahun
Biaya Proyek Total
Persentase Penyelesaian proyek
Pendapatan proyek total untuk tahun
Pendapatan
Konstruksi
untuk tahun
Laba Konstruksi
untuk tahun
1
Rp 6
Rp 36
Rp 6/Rp36 = 1/6
Rp 42
Rp 42 x 1/6=Rp 7
Rp 7 – Rp 6 = Rp1
2
18
36
Rp 18/Rp36 = 1/6
42
Rp 42 x 1/2=Rp 21
Rp 21 – Rp 18 = Rp3
3
12
36
Rp 12/Rp36 = 1/6
42
Rp 42 x 1/3=Rp 14
Rp 14 – Rp 12 = Rp2

Rp  36



Rp 42
Rp 42  Rp 36  Rp 6

Metode persentase penyelesaian ini sangat tepat (menurut SAK dianjurkan) dalam hal perusahaan dapat membuat taksiran mengenai tahap penyelesaian kontrak selama periode pembangunan tersebut. Bila taksiran tersebut kurang dapat ditentukan atau meragukan, maka digunakan cara lain yaitu "metode kontrak selesai". Metode ini sesuai dengan konsep realisasi karena pendapatan baru diakui pada saat kontrak telah selesai; namun hal ini berarti bahwa selama periode pelaksanaan kontrak, tidak adapengakuan terhadap hasil/tahap kemajuan dalam penyelesaian kontrak. Pada contoh di atas, jika PT Tenaga Abadi menggunakan metode kontrak selesai, laporan laba ruginya di tahun ke-3 akan melaporkan pendapatan proyek total sebesar Rp 42 milyar, biaya proyek total sebesar Rp 36 milyar, dan laba sebesar Rp 6 milyar. Laporan laba-rugi untuk tahun ke-1 dan 2 tidak akan melaporkan apa-apa yang berkaitan dengan proyek tersebut. Sebagian besar masyarakat mengakui bahwa hasil yang didapat menurut metode persentase penyelesaian adalah lebih realistis.

Prinsip Pemaduan (Matching)
Prinsip pemaduan mengatur pencatatan dan pelaporan beban. Prinsip ini berjalan seiring dengan prinsip pendapatan untuk mengatur pengakuan laba di dalam akuntansi. Ingatlah bahwa laba adalah pendapatan dikurangi beban. Dalam setiap periode, perusahaan pertama akan mengukur pendapatannya dengan prinsip pendapatan. Perusahaan kemudian akan mencari dan mengukur seluruh biaya yang terjadi selama periode tersebut untuk menghasilkan pendapatan tadi. Memadukan antara beban dengan pendapatan berarti mengurangi beban dari pendapatan. Hasilnya adalah laba untuk periode tersebut.
Beberapa beban dapat dengan mudah dipadukan dengan pendapatan tertentu. Misalnya harga pokokpenjualan berkaitan langsung dengan pendapatan penjualan, karena tanpa penjualan, maka tidak akan ada harga pokok penjualan. Komisi dan fee yang dibayarkan dalam rangka penjualan barang-barang, beban pengiriman, dan beban penjualan perlengkapan berkaitan pula dengan pendapatan penjualan dalam artian yang sama.
Beberapa beban lainnya tidak mudah dikaitkan dengan penjualan karena akan tetap terjadi meskipun ada atau tidak ada penjualan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah beban penyusutan, gaji, dan semua jenis beban di perusahaan induk. Biasanya beban-beban ini dipadukan ke dalam pendapatan berdasarkan waktu. Misalnya, bangunan perusahaan induk dapat digunakan untuk manajemenumum, pabrikan, dan pemasaran. Penyusutan yang berdasarkan garis lurus untuk bangunan yangberusia hingga 40 tahun akan memberikan beban atas gedung sebesar 1/40 pada biaya beban setiap tahunnya, tanpa memperhatikan berapapun besarnya tingkat pendapatan. Beban gaji tahunan untuk seorang pegawai adalah jumlah gaji total orang tersebut untuk tahun itu, tanpa memperhatikan besarnya pendapatan.
Kerugian, seperti halnya beban, akan dipadukan kepada pendapatan ber- dasarkan basis waktu. Misalnya jika suatu aktiva seperti persediaan mengalami penurunan nilai, maka kerugian yang terjadi akan dicatat pada saat terjadinya, tanpa memperhatikan besarnya pendapatan yang dihasilkan selama periode itu.

Prinsip Pengungkapan
Prinsip inimenyatakan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan harus melaporkan informasi yang cukup bagi para pemakai di luar perusahaan untuk dapat membuat keputusan mengenai perusahaan tersebut. Secara singkat, artinya perusahaan harus melaporkan informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan dapat dibandingkan mengenai kejadian-kejadian ekonomis yang dialaminya.
IKHTISAR DARI KEBIJAKAN-KEBIJAKAN AKUNTANSI YANG PENTINGUntuk dapat mengevaluasi suatu perusahaan, para investor dan kreditor ingin mengetahui bagaimana laporan keuangan dibuat. Pertimbangan ini akan menjadi sangat penting ketika perusahaan dapat memilih dari beberapa metodeyang diperbolehkan. Perusahaan mengikhtisarkan kebijakan akuntansinya pada bagian pertama dari catatan laporan keuangan mereka. Catatan tersebut dapat berupa nilai-nilai dalam unit monetermaupun dalam bentuk deskripsi tertulis. Perusahaan biasanya meng- ungkapkan metode pengakuan pendapatan, metode persediaan, dan metode penyusutan yang digunakan.
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN KERUGIAN (PROBABLE LOSSES) Prinsip pengungkapan mengatur bahwa suatu perusahaan hams mencatat dan melaporkan suatu kerugian yang mungkin dapat terjadi sebelum hal tersebut benar-benar terjadi, dengan syarat kerugian itu dapat terjadi dan jumlahnya dapat diperkirakan. Perusahaan minyak "Petro" melaporkan kerugian seperti itu di dalam laporan keuangannya yang terbaru. Perhatikan bahwa penjualan akan terjadi di dalam suatu kerugian.

CATATAN 1
Perusahaan mengumumkan rencana untuk menghentikan usahanya di bidang mineral (tambang). Aktiva yang berkaitan dengan operasi usaha ini akan dijual, dihancurkan/dibuang, atau dihapuskan dalam mengantisipasi penjualan aktiva tersebut di masa datang atau penghancurannya, maka akan diperkirakan terjadi kerugian bersih dari penjualan sebesar Rp 171 milyar.
Nilai kerugian sebesar Rp 171 milliar tersebut tampak dalam laporan laba-rugi perusahaan sebagai berikut:

Milyar
Pendapatan dari usaha yang masih berlanjut
Rp     596
Penghentian usaha (setelah pajak penghasilan)

Kerugian operasi / usaha
(7)
Kerugian karena penjualan
(171)
Laba bersih
Rp     418

PERUBAHAN-PERUBAHAN AKUNTANSI Penggunaan metod akuntansi dan prosedur akuntansi yangkonsisten adalah hal yang sangat penting, seperti telah kita bahas dalam masalah komparabilitas (dapatdibandingkan). Jika perusahaan me- lakukan perubahan dari suatu metode atau prosedur akuntansi ke metode atau prosedur yang lain, maka ia harus mengungkapkan perubahan tersebut, alasandilakukannya perubahan itu, dan dampak dari perubahan tersebut terhadap laba bersihnya. Dua jenisperubahanakuntansi yang biasa terjadi adalah perubahan dalam prinsip akuntansi dan perubahan dalam taksiran akuntansi.
Perubahan dalam Prinsip Akuntansi adalah suatu perubahan dalam metode akuntansi. Misalnya, pergantian dari metode LIFO ke metode FIFO untuk persedia- an dan pergantian dari metode saldo menurun berganda ke metode garis lurus untuk penyusutan. Apapun perubahan dalam prinsip akuntansi yang digunakan, catatan atas laporan keuangan harus menginformasikan perubahan tersebut danpengaruhnya terhadap laba.
Perubahan dalam Taksiran Akuntansi terjadidalam kejadianusaha yang normal ketika perusahaan mengubah perkiraannya yang semula. Suatu perusaha- an dapat mencatat beban piutang tak tertagih berdasarkan atas perkiraan bahwa beban penghapusan piutang ragu-ragu sebesar 2 persen dari penjualan. Jika penagihan yang sebenarnya terjadi melebihi perkiraan tersebut, maka perusahaan dapat memperkecil perkiraannya menjadi 1 1/2 persen dari penjualan di masa yang akan datang.Suatu perusahaan penerbangan seperti Sempati dapat memperkirakan pada awalnya bahwa sebuah pesawat baru Boeing 747 dapat berusia 15 tahun. Setelah 10 tahun menggunakan pesawat tersebut, perusahaan melihat bahwa usia kegunaan pesawat itu dapat diperpanjang menjadi 18 tahun.
Perusahaan harus melakukan penghitungan kembali pada penyusutan pesawat yang didasarkan atas informasi baru tersebut pada saat di mulainya tahun ke-11 penggunaan pesawat itu. Misalkan harga pesawat adalah Rp 80 milyar, mempunyai perkiraan nilai sisa sebesar Rp 20 milyar, dan disusutkan dengan metode garis lurus.
Penyusutan untuk masing-masing tahun pada 10 tahun pertama dari usia pesawat tersebut adalah Rp 4 milyar, yang dihitung berikut ini:
Penyusutan
Per Tahun
Rp 4 Milyar
=

Rp 180 Milyar – Rp 20 milyar
15 tahun
=

Perubahan dalam taksiran dapat diperhitungkan dengan cara membagi nilai buku yang masih tersisa untuk disusutkan dari aktiva tersebut ke dalam usia yang masih tersisa. Penyusutan tahunan setelah ada perubahan akuntansi adalah sebesar Rp 1 miliar, dihitung sebagai berikut:
Penyusutan
Per Tahun
Rp 2,5 Milyar
=

Nilai Buku yang masih tersisa
Usia tersisa
=

Rp 80 milyar – Rp 20 milyar – (Rp 4 milyar x 10)
Total 18 Tahun – Penggunaan 10 Tahun
=

Rp 20 milyar
8 tahun
=

Jumlah penyusutan yang baru ini dicatat seperti biasanya.
KEJADIAN SETELAH TANGGAL NERACA Suatu perusahaan biasanya membutuhkan beberspa minggu setelah akhir tahun untuk melakukan penutupan buku dan untuk menerbitkan laporan keuangannya. Sefingkali terjadi beberapa kejadian di dalam periode tersebut yang akan mempengaruhi interpretasi atas informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan. Hal tersebut dikenal sebagai kejadian setelah tanggal neraca dan harus diungkapkan di dalam laporan periode sebelumnya. Contoh yang umum terjadiadalah pemimjaman uang, penanaman modal, penjualan aktiva, dan hal yang masih dalam perkara pengadilan.
TEKNIK-TEKNIK PENGUNGKAPAN Perusahaan menggunakan catatan yang berbentuk kalimat di dalam laporan keuangannya. Misalnya untuk penyisihan piutang tak tertagih, dapat dilaporkan sebagai berikut:

(dalam ribuan rupiah)
 31 Desember
19X7
19X6
Piutang dan wesel tagih
(dikurangi penyisihan masing-masing Rp 61 dan Rp 67)

Rp 1.745     

Rp 1.675

Perusahaan lainnya menuliskan untuk penyisihan piutang tak tertagihnya pada baris yang terpisah di dalam neracanya, seperti berikut ini:

(dalam rlbuan rupiah)
31 Desember
19X7
19X6
Piutang dan wesel tagih (ikhtisar)
Rp  549,9
Rp  592,5
Taksiran piutang tak tertagih
(12,5)
(14,2)

Kedua teknik pengungkapan di atas cukup dapat memberikan informasi menge- nai jumlah piutang total dan jumlah neto dari piutang yang diharapkan dapat tertagih.

E.   KETERBATASAN DALAM AKUNTANSI
Apakah laporan keuangan akan melaporkan setiap rincian data, untuk dapat memberikan informasi yang bersifat relevan, dapat dipercaya dan dapat di- bandingkan? Bila hal tersebut dilakukan, hasilnya tentu akan berupa sejumlah besar data. Untuk mengatasi masalah ini digunakanlah konsep materialitas. Para manajer puncak dari suatu perusahaan juga bertanggung jawab atas laporan keuangannya. Untuk mengimbangi optimisme para manajer perusahaan tersebut - yang dapat membuat laporan menjadi bias dan menyajikan gambaran yang terlalu indah tentang operasi perusahaan - maka digunakan pula konsep yang disebut konsep konservatisme. Bagian ini akan membahas hambatan/keterbatasan di dalam informasi akuntansi tersebut.

Konsep Materialitas
Konsep materialitas menyatakan bahwa perusahaan harus menyajikan akuntansi untuk item-item dan transaksi-transaksi yang mempunyai pengaruh yang besar pada laporan keuangan perusahaan. Menurut SAK: "Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan". Informasi dianggap signifikan - para akuntan menyebutnya sebagai material - jika penyajiannya di dalam laporan keuangan akan dapat membuat seorang pemakai laporan tersebut mengubah keputusan yangdiambilnya. Item-item yang tidak material tidak perlu penerapan akuntansi yang benar-benar sempurna. Penulisan dan penyajian yang benar untuk item-item yang tidak material tidak beg'tu mempengaruhi keputusan yang diambil oleh para pemakai laporan keuangan. Jadi konsep materialitas ini dapatmengurangi biaya dari akuntansi.
Bagaimana caranya menentukan hal-hal yang dianggap material dan yang tidak material? Keputusan ini tergantung pada seberapa besar dan luasnya suatu perusahaan. PT Makindo Tbk misalnya, memiliki aktiva yang kurang lebih sebesar Rp 354 milyar. Manajemen akan memasukkan suatu pembelian keranjangsampah seharga Rp 100.000 sebagai hal yang tidak material. Keranjang sampah ini mungkin dapat digunakan hir.gga 10 tahun, dan kalau kita bicara secara tepat, PT Makindo Tbk seharusnya mengkapitalisasikan pengeluaran tersebut dan melaku- kan penyusutan terhadapnya. Tetapi hal itu menjadi sangat tidak praktis. Biaya akuntansi untuk pencatatan, penghitungan, dan pelaporan yang teratur akan jenis aktiva itu akan lebih besar dari manfaat yang diberikannya sebagai suatu infor- masi. Para pemakai laporanpun tidak akan mengubah keputusan yang akan diambilnya berdasarkan jumlah/nilai yang tidak begitu material tersebut.
Perusahaan besar akan membuat garis batas untuk hal yang bersifat material setinggi kurang lebih Rp 10.000.000, dan nilai uang di bawah jumlah tersebut dianggap sebagai beban. Perusahaan yang lebih kecil mungkin akan menganggap item yang bernilai lebih kecil dari Rp 50.000 sebagai suatu beban. Materialitas ini berbeda-beda pada satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Suatu jumlah yang dianggap material bagi suatu bengkel mobil mungkin tidak material bagi perusahaan Toyota.
Konsep materialitas ini tidak berarti bahwa perusahaan dapat membebaskan penerapan akuntansi pada setiap item. PT Makindo Tbk misalnya, masih harus tetap memperhitungkan pembelian keranjang sampah tadi. PT Makindo Tbk harus mengkredit kas (atau hutang) untuk mencatat pembelian tersebut, tetapi akun apa yang harus didebit?Karena jumlahnya yang tidak material, manajemen mungkin akan memutuskan untuk mendebit Beban Perlengkapan. Akun apapun yang akan didebit, pemakai laporan keuangan tetap tidak akan mengubah keputusan yang diambilnya berdasarkan informasi tersebut.

Konsep Konservatisme
Para manajer perusahaan seringkali bersifat optimis. Jika ditanya bagaimana perkembangan usahanya, maka pimpinan akan menjawab "Baik,.. tahun ini adalah tahun yang terbaik dari perkembangan usahakami". Jika tidak dibatasi, maka optimisme ini akan mempengaruhi pelaporan aktiva dan laba perusahaan. Para manajer akan berusaha untuk memberikan gambaran yang terlalu indah mengenai perusahaannya. Misalnya, mereka akan meminta akuntan perusahaan untuk mengkapitalisasikan beban yang berkaitan dengan aktiva tetap perusahaan, padahal seharusnya tetap menjadi beban. Hal ini akan menyebabkan beban menjadi lebih kecil dan laba pada tahun berjalan menjadi lebih besar di dalam laporan laba rugi perusahaan. Neraca juga akan melaporkan aktiva tetap dan ekuitas pemilikyang lebih besar. Hasil keseluruhannya adalah bahwa hasil kerja para manajer menjadi tampak lebih baik daripada hal yang sebenarnya terjadi. Secara tradisional, para akuntan telah bersifat konservatif, untuk mengimbangi optimisme manajemen tersebut.
Konservatisme diinterpretasikan sebagai:
"Anticipate no profits, but anticipate all losses".
Sebuah contoh yang jelas adalah penerapan metode Lower–of-cost–or-market (LCM) untuk persediaan. Dengan LCM ini, persediaan dilaporkan menurut nilai yang terendah dari harga perolehan (cost) ataukah harga pasarnya, dan hasilnya adalah harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dan laba bersih menjadi lebih kecil. Jadi laba dan aktiva dilaporkan pada nilai yang paling rendah. Praktik akuntansi yang bersifat konservatif lainnya adalah penerapan metode LIFO untuk persediaan jika harga persediaan sedang mengalami kenaikan, penyusutan yang dipercepat, dan metode kontrak selesai untuk mencatat pendapatan dari konstruksi. Metode ini membuat beban dicatat lebih awal atau pendapatan dicatat kemudian. Keduanya akan mempunyai dampak penundaan pelaporan suatu laba bersih dan akibatnya dianggap bersifat konservatif.
Konservatisme adalah pertimbangan kedua di dalam akuntansi. Tujuan yang utama adalah informasi yang relevan, dapat dipercaya dan dapat dibandingkan. Dan konservatisme adalah suatu faktor yang dipertimbangkan jika tujuan utama tersebut telah dicapai.



1 opmerking: